Makalah fiqih


.

MAKALAH FIQIH
PENGERTIAN THAHARAH
Disusun untuk memenuhi mata kuliah fiqih yang dibimbing oleh bapak
M. Ali makki,M.Si








Disusun oleh :
KELOMPOK 2
Nafi’ Himmah Hamdani (082122006)
Mohlis                             (082122027)
Fadilatul Mahmudah       (082122014)



JURUSAN DAKWAH
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
MARET 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah fiqih ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ Pengertian Thaharah”.
Makalah ini berisikan tentang pengertian thaharah, macamnya serta hikmahnya. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan pengertian kepada kita semua tentang thaharah dan tata caranya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amien.
Jember, 09 Maret 2013

             Penyusun
                               











PENDAHULUAN
A.             LATAR BELAKANG
Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Agama pula yang menjadi pemandu dalam membentuk suatu komunitas yang damai, bermakna dan  bermartabat. Pendidikan agama dimaksudkan untuk  meningkatkan potensi spiritual dan membentuk anak didik untuk menjadi manusia yang lebih beriman dan bertaqwa.
Ajaran islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan aspek penting dalam dunia kesehatan. Hal yang terkait dengan kebersihan disebut dengan thaharah.Sebagian dari amalan-amalan dan kewajiban syar’I dianggap tidak sah kecuali jika dilakukan dengan thaharah.Didalam fikih selain terdapat kebersihan dan kesucian yang senantiasa merupakan hal yang terpuji, terdapat pula jenis pensucian yang bersifat khusus.Seperti mandi dan wudu’.Dimana kadangkala hal tersebut mempunyai hukum yang wajib atau terkadang hanya mustahab.Dalam Islam menjaga kesucian dan kebersihan termasuk bagian dan ibadah sebagai bentuk  taabbudi.  Hal itu merupakan kewajiban yang berkedudukan sebagai kunci dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT,  Rasul SAW bersabda yang artinya  "Kunci shalat adalah suci dan  bersuci itu termasuk bagian dari iman". Maka menjadi jelas bahwa melaksanakan thaharah adalah perbuatan iman dan sebagai kunci ibadah yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka mendekatkan diri  kepada Allah.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dari thaharah ?
2.      Bagaimana hakikat dan fungsi thaharah?
3.      Apa saja yang menjadi sarana dalam berthaharah ?
4.      Apa saja jenis dari thaharah ?
5.      Apa hikmah dari thaharah ?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui lebih luas tentang pengertian thaharah.
2.      Untuk mengetahui hakikat , fungsi, dan hikmah dari taharah.
3.      Untuk  mengetahui apa yang menjadi saran untuk berthaharah.
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis thaharah.





PEMBAHASAN

1.              Pengertian Thaharah
            Kata thaharah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi terambil dari kosa kata طَهَرَ- يَطْهُرُ- طُهْرًاyang berarti suci. Menurut Wahbah Zuhaili, taharah secara bahasa adalah membersihkan dan menghilangkan kotoran yang bersifat hissi dan ma’nawi. Hissi disini berarti tampak yaitu seperti kencing, darah dll.Sedangkan secara maknawi adalah yang tidak bersifat tampak, seperti dosa dan ma’siat.

           Sedangkan menurut istilah fiqih thaharah ialah
رَفْعُ مَا يَمْنَعُ الصَّلَاةَ وَمَا فِيْمَا مَعْنَاهَا مِنْ حَدَثٍ أَوْ نَجَاسَةٍ بِاْلماءِ أَوْ رَفْعُ
 حُكْمِهِ بِالتُّرَابِ
“Menghilangkan hadas atau najis yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah yang sejenisnya dengan air, atau menghilangkan hukumnya (hadas dan najis ) dengan tanah.”
Taharah dalam pengertian lain, secara syar’i adalah membersihkan dari berbagai najis baik yang bersifat hakiki  dan dan hukmiyah. Yang bersifat hakiki adalah kotoran, seperti darah, tinja, kencing.Sedangkan yang bersifat hukmiyah adalah hadas. Hadas adalah keadaan yang menghalangi. Hadas terdiri dari dua macam, yaitu hadas kecil dan besar. Hadas kecil adalah suatu keadaan seseorang yang dapat disucikan dengan wudu’ atau tayammum,  sebagai ganti daripada wudu’. Sedangkan hadas besar adalah suatu keadaan seseorang yang mesti disucikan dengan mandi atau tayammum, sebagai ganti dari mandi.
Ø  Syarat-syarat wajib thaharah.[1]
-          Islam
-          Berakal
-          Baligh
-          Berhentinya darah haid dan nifas.
-          Masuknya waktu
-          Tidak tidur
-          Tidak gila
-          Tidak mabuk
-          Adanya air atau pengganti dari air, seperti debu dan batu.
-          Mampu untuk melaksanakan thaharah tersebut.


2.              Hakikat dan Fungsi Thaharah

            Islam menuntut umatnya untuk selalu dalam keadaan suci, baik lahir maupun batin, karena Allah SWT.sangat mencintai orang-orang yang memelihara kesucian dirinya, seperti yang terdapat dalam firman-Nya sebagai berikut:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.  البقرة / ٢ : ٢٢٢
“Dan Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah : 222).
Ajaran kebersihan atau kesucian dalam islam antara lain terlihat dari pensyari’atan ibadah shalat yang dilakukan setiap hari. Shalat dapat menyucikan lahiriyah melalui wudu’ yang merupakan syarat sebelum melaksanakannya. Kesucian lahiriyah yaitu menghindarkan diri dari najis hakiki  dan najis hukmi, yaitu hadas. Adapun kesucian secara batiniah yaitu menghindarkan diri dari syirik kepada Allah dan dari sifat-sifat yang tercela. Namun secara umum kesucian lahiriyah dan batiniah merupakan hakikat dari thaharah, karena jika seseorang dalam keadaan suci maka dapat melakukan ibadah kepada Allah. Dengan demikian thaharah adalah syarat keabsahan suatu ibadah.
Dalam hadis nabi pun juga telah dijelaskan :
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُوْرُ, وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ وَ تَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ
“ kuncinya solat adalah bersuci. Haram (berkomunikasi dengan  yang selain Allah) jika telah takbir dan halal jika telah salam”. (HR. Ahmad dan Ashhab al-sunan).







3.              Sarana Thaharah
            Sarana dari thaharah terdiri dari air dan tanah. Air digunakan untuk berwudu’ atau mandi sedangkan tanah digunakan ketika sedang bertayamum.

           Air sebagai sarana thaharah terbagi dalam beberapa macam:

a)      Air suci mensucikan, yang disebut air mutlak. Ulama’ fiqih telah bersepakat bahwa air jenis ini suci zatnya dan dapat menyucikan hadas atau najis. Seperti air sumur, sungai, laut, hujan, mata air.  Berkaitan dengan jenis air ini Allah berfirman
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيْعَ فِى اْلأَرْضِ. الزمر/ ٣٩: ٢١
“ Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah SWT.Telah menurunkan air dari langit lalu Dia salurkan melalui sumber-sumber dibumi”. (QS.39:21).
b)     Air musta’mal, yaitu air sisa yang mengenai badan manusia karena telah   digunakan untuk wudu’ dan mandi. Dalam berbagai hadits, air ini tidaklah najis sehingga penggunaannya adalah sah.

c)      Air yang tercampur benda suci
            Maksudnya adalah air yang yang bercampur dengan daun bidara, sabun, kapur, ataupun air yang tercampur dengan semut.Jika air bercampur dengan benda-benda tersebut dalam jumlah sedikit maka hukumnya tetap suci selama kemutlakannya terjaga. Sebagaimana ketika memandikan jenazah.

d)     Air sisa yang diminum hewan
              Hewan yang dijelaskan disini ada 2 macam, yakni hewan yang tidak najis seperti kucing atau himar. Maka hukum dari air tersebut masih suci. Yang kedua yakni hewan yang najis, seperti babi dan anjing. Karena kedua hewan itu sudah dihukumi najis maka air bekas dari hewan tersebut najis pula.








4.        Jenis-Jenis Thaharah

a.      Wudhu’
     Wudhu’ secara etimologi berarti kebersihan (النظافة).
Secara terminology wudhu’ berarti :
صفة معينة تحصل لمزيل الحدث – الحدث الأصغر – عمّا تتعلق به الصلاة
“ Sifat yang nyata (suatu perbuatan yang dilakukan dengan anggota-anggota badan yang tertentu) yang dapat menghilangkan hadas kecil yang ada hubungannya dengan shalat atau ibadah yang lainnya”.
               Sedangkan menurut wahbah zuhaili wudu’ adalah memakai air yang suci pada anggota badan yang empat (muka,dua tangan,kepala dan dua kaki) berdasarkan sifat yang telah ditentukan oleh syara’.
Pada dasarnya hukum wudu’ adalah wajib, berdasarkan firman Allah SWT. :

يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلىَ الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَ أَيْدِيْكُمْ اِلَى
 اْلمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُٶُوْسِكُمْ وَ أَرْجُلَكُمْ اِلَى اْلكَعْبَيْنَ.  المائدة / ٥:٦

   “ Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mendirikan shalat, maka basuhlah mukamu ,tanganmu sampai siku, dan sapulah kepala dan kakimu sampai mata kak”. (QS.5:6).

               Menurut golongan hanafiah hukum wudu’ ada beberapa kemungkinan, antara lain :
1)      Fardhu, yaitu bagi orang yang berhadas apabila hendak melaksanakan shalat dan bagi orang yang hendak menyentuh Alqur’an walaupun satu ayat yang tertulis dalam selembar kertas.

2)      Wajib, yaitu wudu’ untuk tawaf di sekeliling ka’bah. Karena thawaf   sama dengan shalat hanya saja pada thawaf diperbolehkan berbicara. Hal ini berdasarkan hadits:
عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال
 الَطوَافُ صَلَاةً.............. رواه الدرقطنى
Golongan hanafiah mengatakan bahwa thawaf pada hakikatnya bukanlah shalat. Keabsahan tawaf tidak tergantung dengan kesucian, tapi jika wudu’ itu ditinggalkan maka akan mendapatkan denda.
3)      Mandub, ulama’ menetapkan beberapa hal yang disunnahkan dalam berwudu’. Antara lain:
·         Memperbarui wudu’ setiap akan melaksanakan shalat.
·         Menyentuh buku atau kitab agama.
·         Sebelum mandi junub atau atau setelah haidh.
·         Ketika hendak membaca alqur’an.
4)      Makruh, seperti mengulangi wudu’ sebelum melaksanakan shalat dengan wudu’ yang pertama.
5)      Haram, seperti wudu’ dengan air yang dirampas atau berwudu’ dengan air milik anak yatim.

Menurut malikiyah hukum wudu’ ada 5 kemungkinan yaitu wajib, seperti wudu’ untuk shalat fardhu atau sunnat, menyentuh Alqur’an dan thawaf. Sunnah, seperti wudu’nya orang junub ketika hendak tidur. Mustahab, seperti wudu’ setiap akan melaksanakan shalat atau memperbarui wudu’. Mubah, seperti wudu’ untuk membersihkan diri. Dan wudu’ yang terlarang seperti memperbarui wudu’ sebelum melaksanakan ibadah dengan wudu’ yang pertama.


b.      Tayammum
           Secara etimologi tayammum berarti menyengaja. Dengan terminology fiqh diartikan menyampaikan tanah ke muka dan dua tangan sebagai pengganti dari pada wudu’ dan mandi dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Tayammum disyari’atkan berdasarkan surat an nisa’ ayat 43 yang mempunyai arti :
           “ dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau datang kepadamu buang air atau menyentuh wanita, lalu kamu tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan tanah yang bersih. Sapulah muka dan kedua tanganmu”.

  Sebab-sebab yang membolehkan tayammum :
Ø    Dalam keadaan tidak ada air. hal ini ditetapkan berdasarkan firman Allah
فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا.  النساء ٤:٤٣
Golongan syafi’iyah lebih memperinci kebolehan yang disebabkan ketiadaan air. jika seseorang telah yakin bahwa air tidak ada disekitarnya dia boleh bertaymmum tanpa dituntut untuk mencarinya.

Ø    Tidak ada kemampuan untuk memakai air. termasuk dalam pengertian ini adalah orang yang dipenjara dipinggir sungai dan tidak bmemperoleh izin untuk keluar. Atau orang yang tidak berani keluar rumah untuk mengambil air karena menurut bisa ada bahaya yang mengancam jiwanya. Menurut golongan syafi’iyah orang muqim yang bertayammum wajib mengqada’ shalatnya bila air sudah ada, karena air bukan rukhsah bagi orang yang bermukim. Tetapi bagi ulama’ lain dan pendapat yang lebih kuat dari golongan hanabilah shalatnya tidak perlu diulang.

Ø    Dalam keadaan sakit. Orang sakit bila khawatir memakai air yang kemungkinan bisa menyebabkan penyakitnya semakin parah atau akan datang penyakit baru maka diperbolehkan tayammum. hal ini diketahui jika ada anjuran dari dokter sekalipun non muslim, demikian menurut golongan syafi’iah dan malikiyah. Sedangkan menurut golongan hanafiyah dan hanabilah dokternya harus muslim.

Ø    Membutuhkan air. seseorang yang memiliki air dalam jumlah yang hanya dapat untuk mencukupi wudu’ dan mandi tetapi dia lebih membutuhkan untuk keperluan lain yang akan menyelamatkan jiwanya dari kemudharatan maka ketika itu diperbolehkan tayammum.

c.             Istinja’
           Secara etimologi istinja’ berasal dari kata النَّجْوُ yang artinya benda yang keluar dari perut. Kata اسْتَنْجَى berarti membasuh dengan air atau menyapu dengan batu. Secara terminologi istinja’ adalah menghilangkan najis yang keluar dari qubul dan dubur, baik dengan membasuh maupun dengan menyeka. Secara khusus membersihkan atau menyapu dengan batu dan benda-benda keras lainnya disebut dengan istijmar.
           Hukum istinja’ dan istijmar adalah wajib, demikian menurut para ulama’. Kewajiban itu terjadi bilamana najis keluar dari qubul dan dubur. Alasannya adalah :
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ . المدثر /٧٤:٥
           Berdasarkan ayat tersebut kewajiban istinja’ hanya ketika terjadi buang air kecil dan besar. Namun demikian sunnah muakkad hukumnya membersihkannya bagi laki-laki dan perempuan ketika hendak melaksanakan shalat, meskipun ia tidak buang air kecil atau besar, karena seseorang tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi pada kedua saluran itu.
           Hukum beristinja’ menurut para fuqoha’ adalah makruh tahrim bila dilakukan dengan tulang dan tahi binatang. Atau dengan batu-bata, tembikar, kaca dan semua benda yang bermanfa’at.

Rukun –rukun Istinja’
-   Mustanji, orang yang beristinja’.
-   Mustanji bih, alat untuk beristinja’.
-   Mustanji minhu, najis yang keluar dari qubul dan dubur
-   Qubul dan dubur yang akan dibasuh.

Hal- hal yang disunnahkan dalam beristinja’:
-   Beristinja’ dengan air disertai dengan batu
-   Tiga kali, bagi golongan hanafiyah dan malikiyah.
-   Tidak beristinja’ dengan tangan kanan keculai ada udzur.
-   Istinja’ ditempat yang tertutup.


d.      Mandi Janabah
           Istilah janabah berasal dari kata junub, yang berarti hubungan intim antara suami- istri (jima’). Tertera dalam firman Allah :
..... وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا....
“ jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah”. (QS. Almaidah: 6).

v  Macam-macam janabah.
1.      Jima’
           Hubungan seksual, meskipun tidak keluar mani, karena sabda Rasulullah SAW:
عن ابى هريرة قال: قال رسول الله ص.م : اِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلاَرْبَعِ, ثُمَّجَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ اْلغُسْلُ. (متفق عليه)
 “Ketika sudah duduk dengan empat kaki, kemudian khitan bertemu khitan, maka wajib mandi” (HR Ahmad, Muslim dan At Tirmidzi).
Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan bahwa “tidak wajib mandi melainkan keluar mani” maksudnya adalah jika seseorang mimipi berjima’ tetapi tidak keluar mani maka dia tidak wajib mandi.

2. Khuruj al-mani (keluar mani) lazimnya bagi laki-laki dan perempuan.
            Rasulullah SAW: الماء من الماء “air itu dari air” (HR Muslim). Hal ini disepakati oleh tiga imam mazhab. Berdasarkan hadits ini maka keluar mani tanpa disertai syahwat, seperti karena sakit, kedinginan, kelelahan, tidak mewajibkan mandi. Asy Syafi’i menyaratkan kewajiban mandi karena keluar mani, oleh sebab apapun meskipun tanpa syahwat.
3. Nifas (melahirkan).
            Selesai haidh dan nifas bagi wanita. Karena firman Allah yang artinya :
“ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al Baqarah: 222).
4. Orang kafir yang masuk islam :
            Dengan alasan karena hadits Qais bin Ashim bahwasanya ia masuk Islam, lalu Rasulullah menyuruhnya agar mandi dengan air dan daun bidara. HR Al Khamsah kecuali Ibnu Majah.
            Dengan mengalami salah satu peristiwa diatas, setiap muslim wajib bersuci karena kewajibannya untuk shalat, tawaf atau ibadah yang lainnya maka diwajibakanlah mandi janabah.
Terdapat hadis nabi yang memerintahkan untuk mandi janabah :
عن عائشة قالت : كان رسول الله ً ص.م يَغْتَسِلُ مِنْ أَرْبَعٍ : مِنَ اْلجَنَابَةِ, وَ يَوْمِ اْلجُمُعَةِ, وَمِنَ اْلحِجَامَةِ, وَمِنْ غُسْلِ اْلمَيِّتِ.  (رواه أبو داود وصححه ابن خزيمة )
“ dari Aisyah ia berkata : adalah Rasulullah SAW.mandi lantaran empat perkara: lantaran janabat, hari jum’at, lantaran berbekam, dan lantaran mandikan mayit”. (HR. Abu Dawud dan dishahkan oleh ibnu Khuzaimah).

v  Rukun Mandi
1. Niat, karena hadits Nabi: Sesungguhnya amal itu disertai dengan niat. Dan juga untuk membedakannya dari kebiasaan, dan tidak disyaratkan melafalkannya, karena tempatnya ada di hati.
2. Membasuh seluruh tubuh, karena firman Allah: “ (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa: 43). Dan hakikat mandi adalah meratakan air ke seluruh tubuh.
3. Mazhab Hanafi menambahkan rukun ketiga yaitu: berkumur, menghisap air ke hidung, yang keduanya sunnah menurut imam lainnya.




v  Cara  Mandi
Dari Aisyah dan Maimunah RA: bahwasanya Rasulullah saw jika mandi junub – mau mandi – memulai dengan mencuci dua tangannya dua atau tiga kali, kemudian menuangkan air dari kanan ke kiri, lalu membersihkan kemaluannya, lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian mengambil air dan dimasukkan ke pangkal rambut, kemudian membasuh kepalanya tiga guyuran sepenuh tangannya, kemudian mengguyurkan air ke seluruh badan, lalu membasuh kakinya (Muttafaq alaih).

5. Hikmah Thaharah Dalam Kehidupan
1.         Thaharah termasuk tuntunan fitrah. Fitrah manusia cenderung kepada kebersihan dan membenci kotoran serta hal-hal yang menjijikkan.
2.         Memelihara kehormatan dan harga diri. Karena manusia suka berhimpun dan duduk bersama. Islam sangat menginginkan, agar orang muslim menjadi manusa terhormat dan punya harga diri di tengah kawan-kawannya
3.      Memelihara kesehatan. Kebersihan merupakan jalan utama yang memelihara manusia dari berbagai penyakit, karena penyakit lebih sering tersebar disebabkan oleh kotoran. Dan membersihkan tubuh, membasuh wajah, kedua tangan, hidung dan keudua kaki sebagai anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan kotoran akan membuat tubuh terpelihara dari berbagai penyakit
4.      Beribadah kepada Allah dalam keadaan suci. Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat dan orang-orang yang bersuci.










PENUTUP
KESIMPULAN

      Thaharah merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba sebelum melakukan ibadah yang lain. Thaharah hanya dilakukan dengan sesuatu yang suci dan dapat menyucikan. Thaharah juga menunjukan bahwa sesungguhnya islam sangat menghargai kesucian dan kebersihan sehingga diwajibkan kepada setiap muslim untuk senantiasa menjaga kesucian dirinya, hartanya serta lingkungannya. Hal ini dibuktikan dengan bab thaharah adalah bab pertama yang dibahas dalam setiap kitab fiqih yang ada.
      Oleh sebab itu bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam.Berbagai aturan dan hukum ditetapkan oleh syara’ dengan maksud antara lain agar manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin.
      Kesucian dan kebersihan lahir dan batin merupakan pangkal keindahan dan kesehatan.Oleh karena itu hubungan kesucian dan kebersihan dengan keindahan dan kesehatan erat sekali. Pokok dari ajaran ilham tentang pengaturan hidup bersih, suci dan sehat bertujuan agar setiap muslim dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai khalifah di muka bumi ini. Kebersihan dan kesucian lahir dan batin merupakan hal yang utama dan terpuji dalam ajaran Islam, karena dengan kesucian dan kebersihan dapat meningkatkan derajat harkat dan martabat manusia di hadirat Allah SWT.

















DAFTAR PUSTAKA

Ø  Ritonga, Rahman.2002.Fiqh Ibadah.Jakarta: Percetakan Radar Jaya
Ø  Saleh,Hasan,H.E. 2008.Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer.Jakarta: PT.RAJAGRAFINDO PERSADA
Ø  Zuhaili, wahbah.,,,,,.Kitab Fiqh Al islamiyah Wa Adallatuha.
Ø  Hassan.A.2006.Tarjamah Bulughul Maram.Bandung: Penerbit Diponegoro
Ø  ‘Abdullah Zaki Alkaf.2012.Tarjamah rahmah al-Ummah fi ikhtilaf al-A’immah.Bandung.


[1]

2 Responses to “Makalah fiqih”

  1. Unknown says:

    waktu kita belum bisa menulis dengan benar..... hehehe

  2. Unknown says:

    waktu kita belum bisa menulis dengan benar..... hehehe

Your Reply