MAKALAH FIQIH
Perkembangan Ilmu Fiqih pada Zaman Rasulullah, Sahabat, Para Imam Mujtahid, Periode Kemunduran dan Kebangkitan Kembali
Pembimbing : M.F. Hidayatullah
Disusun oleh :
Kelompok 8
1. Masyrufin ( 082122010)
2. Zainul Arifin ( 082122004 )
3. Nur Adyatma Pradipta ( 082122005)
4. Fadilatul Mahmudah ( 082122014 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
Jl. Jumat Mangli No. 94 Jember
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“ perkembangan ilmu fiqih di masa rasulullah,sahabat,para imam mujtahid,periode
kemunduran dan periode kebangunan kembali
”.
Makalah ini berisikan tentang pengertian
perkembangan fiqih dari zaman rasulullah ,sahabat dan masa kemunduran serta
bangunnya kembali. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua tentang perkembangan fiqih dari zaman Rasulullah sampai zaman
modern.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amien.
Jember, 21 September 2012
Penyusun
A.
LATAR
BELAKANG
Fiqih merupakan salah satu disiplin ilmu
Islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika
pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan
kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana
qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari’ah yang bertujuan untuk menjaga
kelestarian lima aksioma yakni; Agama akal jiwa harta dan keturunan menunjukkan
betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas sehingga layak untuk
exis sampai akhir zaman.
Sejarah perkembangan fiqih sebenarnya
telah ada bersamaan dengan lahirnya usul fiqih. Sebab fiqih sesungguhnya adalah
hasil istinbat dari dalilnya (baik Alqur’an maupun Assunah)yang dilakukan para
mujtahid dengan ijtihadnya. Ijtihad tersebut merupakan sarana istinbat dan
mempunyai beberapa metode yang tanda tandanya di tunjukkan oleh qur’an dan
hadist. Proses ijtihad dalam islam bukan merupakan proses penetapan atau
pembuatan hukum tetapi pengungkapan hukum Allah terhadap sustu peristiwa yang
terjadi. Dengan demikian hukum Allah akan tetap lestari dan berkembang
sepanjang masa.
Bila kita melihat sejarah ,sejak semula hukum
islam telah dihadapkan kepada proses perkembangan dan perubahan sosio kultural
yang senantiasa maju sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia .
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
proses perkembangan fiqih pada periode Rasulullah, sahabat, para imam mujtahid,
periode kemunduran dan periode kebangkitan kembali.
C. TUJUAN
MASALAH
1. Untuk
mengetahui lebih luas tentang perkembangan fiqih
2. Menambah
wawasan bagaimana keadaan fiqih pada zaman salaf dan kholaf
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan
Fiqih Pada Zaman Nabi Muhammad SAW ( 610 – 632 M )
Periode ini dimulai sejak diangkatnya Muhammad SAW menjadi
Nabi dan rasul sampai wafatnya. Periode ini singkat, hanya sekitar 22 tahun dan
beberapa bulan. Akan tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan ilmu
fiqh. Masa Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash
hukum baik dari Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum
islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat
dari semangat Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Periode Rasulullah ini dibagi dua masa yaitu : masa Mekkah
dan masa Madinah. Pada masa Mekkah, diarahkan untuk memperbaiki akidah, karena
akidah yang benar inilah yang menjadi pondasi dalam hidup. Oleh karena itu,
dapat kita pahami apabila Rasulullah pada masa itu memulai da’wahnya dengan mengubah
keyakinan masyarakat yang musyrik menuju masyarakat yang berakidah tauhid,
membersihkan hati dan menghiasi diri dengan al-Akhlak al-Karimah, Masa
Mekkah ini dimulai diangkatnya Muhammad SAW menjadi Rasul sampai beliau hijrah
ke Madinah yaitu dalam waktu kurang lebih selama 12 tahun.
Di Madinah, tanah air baru bagi kaum muslimin, kaum muslimin
bertambah banyak dan terbentuklah masyarakat muslimin yang menghadapi persoalan-persoalan
baru yang membutuhkan cara pengaturan-pengaturan, baik dalam hubungan antar
individu muslim maupun dalam hubungannya dengan kelompok lain di lingkungan
masyarakat Madinah, seperti kelompok Yahudi dan Nasrani. Oleh karena
itu, di Madinah disyaratkan hukum yang meliputi keseluruhan bidang ilmu fiqih.
Ø Sumber hukum masa rasulullah
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan kepada
Rasulullah tidaklah sekaligus, turun sesuai dengan kejadian atau peristiwa dan
kasus-kasus tertentu serta menjelaskan hukum-hukumnya. Di antara wahyu yang
turun terdapat ayat ayat hukum,yang ayat tersebut mengenai soal soal ibadah ,muamalah
, hukum ahwalus syakhsyiah dan lain sebagainya. Contoh kasus seperti : Larangan
menikahi wanita musyrik. Peristiwanya berkenaan dengan Martsad al-Ganawi yang
meminta izin kepada Nabi untuk menikahi wanita musyrikah, maka turun ayat :
”Dan janganlah kamu nikahi
wanita-wanita Musyrik sebelum mereka beriman”. (al-Baqarah : 221)
Pada dasaranya hukum-hukum dalam
Al-Qur’an bersifat kulli (umum), demikian pula dalalahnya
(penunjukannya) terhadap hukum kadang-kadang bersifat qath’i yaitu jelas
dan tegas, tidak bisa ditafsirkan lain. Dan kadang-kadang bersifat dhâni
yaitu memungkinkan terjadinya beberapa penafsiran.
b. Al-Sunnah
Al-Sunnah berfungsi menjelaskan
hukum-hukum yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an. Seperti shalat dijelaskan
cara-caranya dalam Al-Sunnah. Disamping itu juga menjadi penguat bagi hukum-hukum
yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Ada pula hadist yang memberi hukum
tertentu, sedangkan prinsip-prinsipnya telah ditetapkan dalam Al-Qur’an.
Penjelasan Rasulullah tentang hukum ini sering dinyatakan dalam
perbutannya,dalam keputusannya ketika menyelesaikan kasus, atau karena menjawab
pertanyaan hukum yang diajukan padanya.
Rasulullah apabila dihadapkan kepada
peristiwa-peristiwa yang membutuhkan penetapan hukum, beliau menunggu wahyu.
Apabila wahyu tidak turun, beliau berijtihad dengan berpegang kepada semangat
ajaran Islam dan dengan cara musyawarah bersama sahabat-sahabatnya. Bilamana
hasil ijtihadnya salah, maka diperingatkan oleh Allah bahwa ijtihadnya itu
salah. Seperti ditunjukkan yang benarnya dengan diturunkannya wahyu. Seperti
dalam kasus tawanan perang Badar (al-Anfal: 67) dan kasus pemberian izin kepada
orang yang tidak turut perang Tabuk (At-Taubah : 42-43). Apabila tidak
diperingatkan oleh Allah, maka berarti ijtihadnya itu benar. Dari sisi ini
jelas bahwa hadist-hadist qath’i yang berkaitan dengan hukum itu bisa
dipastikan adalah penetapan dari Allah juga.
c.
Ijtihad Pada Masa Rasulullah
Pada zaman Rasulullah-pun ternyata
Ijtihad itu dilakukan oleh Rasulullah dan juga dilakukan oleh para sahabat,
bahkan ada kesan Rasulullah mendorong para sahabatnya untuk berijtihad seperti
terbukti dari cara Rasulullah sering bermusyawarah dengan para sahabatnya dan
juga dari kasus Muadz bin Jabal yang diutus ke Yunan. Hanya saja Ijtihad pada
zaman Rasulullah ini tidak seluas pada zaman sesudah Rasulullah, karena banyak
masalah-masalah yang ditanyakan kepada Rasulullah kemudian langsung dijawab dan
diselesaikan oleh Rasulullah sendiri. Disamping itu Ijtihad para sahabat pun
apabila salah, Rasulullah mengembalikannya kepada yang benar.
Demikianlah, dengan mempergunakan
Alqur’an dan sunnah setiap masalah yang timbul dalam masa Nabi Muhammad dapat
diatasi.
2.
Perkembangan
Fiqih Pada Masa Sahabat ( 632 – 662 M )
Dengan
wafatnya Nabi Muhammad, Berhentilah wahyu yang turun selama kurang lebih 23
tahun. Demikian juga halnya dengan sunnah, Berakhir pula dengan meninggalnya
Rasulullah untuk menggantikan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan
kepala negara, dipilihlah seorang pengganti yang desebut kholifah dari kalangan
sahabat nabi sendiri. Yang mana pemerintahan tersebut disebut dengan “khulafaur
rasidin”. Masa pemerintahan ini sangat penting dilihat dari perkembangan hukum
islam karena dijadikan model / contoh oleh Generasi-generasi berikutnya
terutama generasi ahli hukum islam dizaman mutakhir ini, tentang cara mereka
menemukan dan menerapkan hukum islam.
Ø Sumber Hukum.
Pada
periode ini ada usaha positif yaitu terkempulnya ayat-ayat Al Qur’an dalam satu
mushaf. Ide ini datang dari Umar Bin Khatab atas dasar karena banyak para
sahabat yang hafal Al Qura’an wafat dimedan perang. Lalu pada zaman Usman bin
Affan mushaf tersebut diperbanyak dan dibagikan kedaerah-daerah islam, dan yang
sampai pada kita saat ini. Namun untuk hadist belum terkempul dalam satu
mushaf, akibatnya timbul perbedaan pendapat karena perbedaan dalam menghandapi
suatu hadist.
Ø Ijtihat Sahabat.
Bertemunya islam dengan kedudukan
diluar jazirah arab ini mendorong pertumbuhan fiqih pada periode selanjutnya.
Adapun cara berijtihat para sahabat adalah pertama-tama dicari nasnya dalam al
qur’an. Jika tidak ada maka dicari dalam hadist. Apabila tidak ada, baru
berijtihat dengan musyawarah diantara para sahabat.
Khalifah Umar bin khatab mempunyai
dua cara musyawarah yaitu : musyawarah bersifat khusus dan umum, Musyawaroh
khusus beranggotakan para para sahabat muhajirin dan anshor dalam masalah
pemerintahan. Adapun musyawaroh umum di hadirin oleh seluruh penduduk madinah
yaitu apabila ada masalah penting.
Selain itu perlu dicatat pula bahwa
pada periode ini pulalah metode-metode tertentu pengambilan hukum dari al
qur’an dan sunnah, penetapan dan penemuan hukum yang tidak ada ketentuannya
dalam kedua sumber utama, hukum islam itu dikembangkan. Yang penting
diantaranya adalah :ijmak, qiyas. Masalah al mursalah, istishan, istishab, al
urf dan lain sebagainya.
3.
Perkembangan
fiqih pada Masa Imam Mujtahid ( Abad VII- X M )
Masa ini terkenal dengan masa keemasan,
karena negeri negeri islam mencapai kemajuan yang amat pesatdisegala bidang
kehidupan umatnya khususnya kehidupan ilmiah. Pada masa inilah lahirnya imam
mujtahiddalam berbagai bidang ajaran islam,baik yang sudah ditinggalkan
pengikutnya maupun yang masih berkembang sampai saat ini. Pada periode ini pula
mulai dibukukan hadits,fiqih,usul fiqih, dll. Sejalan dengan itu, tata urutan
istinbat menjadi terang dan teorinya menjadi lebih jelas. Dilihat dari kurun
in, pembinaan dan pengembangan hukum islam dilakukan dimasa Khalifah Umayyah
dan Abbasyiah.
Beberapa
faktor yang memungkinkan pembinaan dan pengembangan hukumislam pada periode ini
:
a. Wilayah islam sudah sangat
luas.didalam wilayah yang luas ini terdapat berbagai suku bangsa,adat,dll.
Untuk menyatukan hal tersebut dalam satu pola kehidupan hukum maka para ahli
hukum mengkaji sumber sumber hukm islamuntuk ditarik garis garis hukumdari
dalamnya.
b. Telah adakarya karya tulis tentang
hukumyang dapat dipergunakan sebagai landasan hukum.
c. Telah tersedia pula para ahli yang
mampu berijtihadmemecahkan masalah dalam masyarakat.
Dalam periode inilah muncul para mujtahid yang sampai kini
masih mempunyai pengikut, yakni :
Ø Abu Hanifah (700-767 M)
Abu hanifah banyak mempergunakan
pikiran atau ra’yu dalam memecahkan masalah hukum, dalam kepustakaan mazhab
hanafi ini dikenal dengan sebutan ahlur ra’yu. Sumber hukum yang mereka
gunakan adalah Qur’an, Hadits dan ra’yu, ijma’, qiyas, istihsan, dan urf.
Ø Malik bin Anas (713-795 M)
Beliau adalah penyusun dari kitab Al
muwattho’ yang berisi tentang hadis hadis Rasulullah. Sumber hukumnya
adalah Alqur’an, hadist, ijma’ penduduk madinah, qiyas, dan masholihul
mursalah.
Ø Muhammad Idris Syafi’i (767- 820 M )
Dalam kepustakaan hukum islam ia
disebut sebagai master architect sumber sumber hukum islam karena dialah
ahli hukum islam pertama yang menyusun ilmu usl al fiqh yang kitab
terkenalnya adalah Ar risalah. Sumber hukumnya adalah alqur’an, hadits,
ijma’, qiyas, dan istishab.
Ø Ahmad Bin Hambal (781-855 M)
Selain ahli hukum beliau juga ahli
dalam bidang hadits. Ia menyusun kitab hadist yang terkenal dengan nama al
masnad. Untuk sumber hukumnya sama dengan Syafi’i dengan menekankan
Alqur’an dan As sunnah.
Untuk mengetahui berbagai pendapat
dalam ke empat aliran hukum di kalangan sunni ini oleh ibn rusydi telah disusun buku
perbandingan pendapat dalam ke empat madzhab itu dalam buku yang bernama
Bidayatul Mujtahid.
4.
Masa
Kemunduran Fiqih (Abad X – XI – XIX M)
Sejak
permulaan abad ke 4 hijriyah / abad ke
10 – 11 M. Ilmu hukum islam mulai berhenti berkembang. Ini terjadi di akhir
pemerintah atau dinasti Abbasiyah. Pada masa ini ahli fiqih hanya membatasi
diri mempelajari pikiran-pikiran ahli sebelumnya. Dan yang dipermasalahkan
tidak lagi soal-soal dasar / pokok, tetapi soal-soal kecil yang biasa disebut
istilah furu’. Para ahli hukum islam dalam masa ini tidak lagi menggali fiqih
dari sumbernya yang asli, namun hanya sekedar mengikuti pendapat yang ada pada
madzhabnya masing-masing.
Diantanya
factor-faktor yang menyebabkan kemunduran pemikiran hukum islam dimasa itu
adalah hal-hal berikut :[1]
a. Kesatuan wilayah islam yang luas,
telah retak dengan munculnya beberapa Negara baru, baik di eropa, afrika dan
asia. Munculnya Negara-negara baru itu membawa ketidak stabilan pilitik yang
akhirnya mempengaruhi pemikiran hukum.
b. Ketidakstabilan politik menyebabkan
pula ketidakstabilan kebebasan berfikir, dank arena pada zaman sebelumnya telah
terbentuk aliran-aliran pemikiran atau madzhab-madzhab akhirnya para ahli hukum
pada periode ini hanya tinggal memilih (ittiba’) atau mengikuti ( taglid) saja
pada salah satu diantaranya.
c. Pecahkan kesatuan pemerintahan itu
menyebabkan merosotnya pengendalian perkembangan hukum. Maka muncul orng-orng
yang sebenarnya tidak layak untuk berijtihad mengeluarkan berbagai garis hukum
dalam bentuk fatwayang membingungkan masyarakat. Kasimpang siuran pendapat
seringkali bertentangan, menyebabkan pihak penguasa pemerintahan untuk
mengikuti saja pemikiran yang telah ada. Bersama dengan itu pula dikumandangkan
pendapat bahwa “pintu ijtihad telah ditutup”.
d. Timbullah gejala kelesuan dimana-mana. Karena kelesuan
itu para ahli tidak mampu lagi menghadapi perkembangan keadaan dengan
mempergunakan akal pikiran yang bertanggung jawab. Dan dengan demikian pula
perkembangan hukum islam pada periode ini tidak bisa menjawab
tantangan-tantangan zamannya.
5.
Masa
Kebangkitan Kembali Ilmu Fiqih (Abad ke 19 sampai sekarang)
Setalah mengalami kemunduran.
Pemikiran islam bangkit kembali. Muncullah gerakan-gerakan para ahli hukum yang
menyarankan kembali pada al qur’an dan sunnah. Gerakan ini disebut gerakan
“safiyah” (permulaan).
Pada abad ke 14 timbul seorang
mujtahid besar yang bernama Ibnu Taimiyah dengan muridnya Ibnu Qoyyim Al
Jauziah. Pola pemikiran mereka dilanjutkan pada abad ke 17 oleh Moh. Ibnu Abd
Wahab yang dikenal denga gerakan wahabi. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh
jamaluddin al afgani terutama dilapangan politik. Dia memakai ayat yang
terdapat dalam surat 11 Ayat ini dipakainya untuk menggerakkan kabangkitan umat
islam yang umumnya dijajah oleh bangsa
barat. Untuk itu ia menggalang persatuan seluruh ummat islam yang dikenal
dengan “pan Islamisme”.[2]
Paham ibnu taimiyah yang membagi
ruang lingkup agama islam kedalam dua bidang besar yakni Ibadah dan Muamalah
yang dikembangkan lebih lanjut oleh Muhammad abduh. Selain dari itu ia banyak
pula mengemukakan ide-ide dalam bukunya antara lain:
1. Membarsihkan islam dari pengaruh
yang bukan islam
2. Mengadakan pembaruan dalam system
pendidikan
3. Merumuskan dan menyatakan kembali
ajaran islam menurut alam pikiran modern
4. Mempertahankan ajaran islam dari
pengaruh barat
Dalam bidang hukum Moh. Abduh tidak terikat pada suatu madzhab
yang ada. Karena itu berani mengambil keputusan-keputusan hukum secara besar
dengan penuh tanggung jawab. Mengenai madzhab Abdullah mengatakan bahwa
aliran-aliran pikiran yang berbeda dalam suatu masyarakat adalah biasa, namun
kefanatikan terhadap salah satu aliran madzhab itulah yang keliru. Ia
menyerukan pada ummat islam yang memenuhi syarat berijtihad untuk berusaha
mengkaji dan memecahkan berbagai masalah dalam masyarakat dan menolak taklid.
Zaman kebangkitan pemikiran hukum
islam berlanjut saampai sekarang dengan sistem baru. Kalau dahulu studi islam
hanya pada pemikiran yang terdapat pada salah satu madzhab saja, sekarang
diadakan mata kuliyah baru bernama perbandingan madzhab di fakultas-fakultas
hukum islam. Dengan cara ini ruang lingkup ajaran masing-masing hukum dapat
dilihat secara jelas. Diadakan juga cara-cara baru dalam munulis hukum islam.
Kini orang tidak lagi menuliskan tentang hukum islam secara umum, tetapi lebih
membicarakan secara khusus. Dengan demikian analisis tentang bidang tertentu
menjadi tajam dan mendalam.
Banyak faktor yang menyebabkan
perhatian dunia terhadap perkembangan hukum islam antara lain :[3]
1.
Negara-negara
barat yang gelisah telah menemukan dalam dunia islam sekutu melawan paham
komunis.
2.
Pandanagn
dunia barat kini lebih opjektif terhadap dunia islam, sejarah dan
perbedaan-perbedaan agama.
3.
Pandangan
dengan timur tengah merupakan unsur baru yang mendorong orang-orang barat mempelajari hukum-hukum islam.
Di dorong oleh apa yang telah
dikemukakan di atas dan pentingnya arti hukum islam bagi ilmu pengetahuan di
eropa sekarang. Beberapa fakultas hukum prancis mengajarkan hukum islam.
Di Indonesia atas kerja sama MA
degang DEPAG telah dikomplikasikan hukum islam mengenai kewarisan, perwakafan
dll. Komplikasi ini telah disetujui oleh para ulama pada bulan februari 1988
dan telah diperlakukan bagi umat islam Indonesia yang menjelaskan sengketa di
peradilan agama.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulakan bahwa hukum islam / fiqih
akan selalu berkembang dari zaman ke zaman. Baik dari zaman rasulullah, sahabat dan sampai sekarang.
Ayat-ayat hukum pada umumnya berupa prinsip-prinsip saja yang harus
dikembangkan lebih lanjut. Disaat rasulullah masih hidup, tugas untuk
mengembangkan dan menafsirkan ayat terletak pada diri beliau melalui sunnahnya.
Namun setelah wafat ilmu fiqih masih terus berkembang pada zaman sahabat,
mujtahid dan sampai sekarang. Meskipun pernah mengalami kemunduran beberapa
abad yang lalu.
Demikian dengan mempergunakan Al
qur’an dan Assunnah setiap masalah yang timbul bisa teratasi untuk pada masa
sekarang. Jika suatu masalah tidak ada dalam Qur’an dan Assunnah maka para
mujtahid akan mengiaskan atau berpendapat yang sesuai dengan kaidah Al Qur’an
dan Sunnah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, M. Daud. 2004. Hukum Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Abdullah, Sulaiman.1996. Dinamika
Qiyas dalam Pembaharuan Hukum Islam.jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.